Nastar Tak B'Baju, Gmana Rasanya????????????

Sabtu, 24 September 2011 00.02 By Alfi Nisa

heemmmmm,,,,nyami,,,,,,,,,,,,,,,manis, asem, asin,,, wei nano-nano eih....nastar memang enak...........

sapa yang gak kenal ma yang namanya nastar, Kue Nastar adalah kue kering yang paling populer, disaat hari raya idul fitri. Kue Nastar memang terkenal dengan selai nanas yang terdapat didalamnya. mau tau bagaimana cara membuat kue nastar, catet........

Bahan Resep Kue Nastar :

  • 4 butir kuning telur
  • 2 butir kuning telur untuk bahan olesan
  • ½ kg mentega butter atau margarin
  • ½ kg tepung terigu
  • 100 gr gula halus untuk kue
  • 300 gr gula pasir untuk selai
  • 1 bungkus vanili
  • 100 gr keju Gouda atau keju Cheddar sebagai pengganti
  • 1 buah nanas
  • 1 potong kecil kayu manis

Cara Membuat Kue Nastar : Selai :

  • Nanas dikupas dan diparut
  • Masukkan gula pasir dan masak sampai matang dan kental
  • Dinginkan hingga bisa dibulat-bulatkan sebesar mutiara

Adonan :

  • Siapkan loyang berbentuk persegi panjang dan olesi dengan margarin
  • Kocok 4 kuning telur dengan gula halus dan mentega hingga mengembang
  • Masukkan parutan keju ke dalam adonan
  • Masukkan terigu
  • Aduk-aduk hingga membentuk adonan yang bisa dibulatkan

Kue :

  • Bulatkan kue dengan tangan hingga berukuran sedikit lebih kecil dari ukuran bola golf
  • Masukkan bulatan selai ke dalam bulatan kue
  • Olesi permukaan kue dengan kuning telur
  • Susun kue di dalam loyang dan panggang di dalam oven sampai matang

dari resep diatas menghasilkan 40 butir kue nastar, alhamdulillah satu toples kue nastar dah jadi. manis, asem, asin rame rasanya. tapi kawan gimana rasanya kalo pas hari raya kalian disuguhi selai nanasny aja??? tanpa kue pembungkusnyaaaaa???

nah lo....enak gak ya??? enak gak??? iih takut nastar tak berbaju,,,Asem....

Nastar tak berbaju, sama halnya dengan kondisi umat islam saat ini. umat telah dirusak pemahamannya tentang islam yang sesungguhnya, pernah denger ada orang yang bilang "Islam itu yang penting substansinya, bukan formalitasnya, gak perlu ada khilafah". Pendapat seperti ini tidak hanya berbahaya, tetapi juga bertentangan dengan realitas. Saya katakan sekali lagi, Asem makan nastar tak berbaju. bagaimana mungkin menerapkan syariat Islam tanpa ada khilafah, tidak ada aturan yang diterapkan sekadar substansinya saja. jika kita konsisten dengan istilah substansi, maka semestinya substansi dalam keseluruhan ajaran Islam itu adalah ketaatan dan ketundukan kepada Allah Swt. secara total dalam semua hal. Itulah yang disebut ibadah. Dengan kata lain, mereka yang menghendaki penerapan Islam substansinya saja (seperti yang penting adil, kesamaan, dsb.) gagal menangkap substansi ajaran Islam itu sendiri. Allah Swt. sendiri tegas-tegas memfirmankan hal ini, “Tidaklah Kami menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku(TQS adz-Dzariyat [51]:56). Bila substansi yang dipahami seperti ini maka sikap yang diambil adalah memperjuangkan dan menjalankan tegaknya syariat Islam dalam naungan Daulah Khilafah.

“Sesuatu kewajipan yang tidak sempurna kecuali adanya sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula keberadaannya.”

Ayo kawan,,bersama tegakkan Islam Kaffah!!!!!!!!!!!!!!

Hilvan Bin Said

Jumat, 23 September 2011 23.58 By Alfi Nisa

Kenal ???

Wajar kalo ga kenal, karena dia bukan salah satu sahabat nabi. Namun bukan berarti anda tak perlu mengenalnya. Yuk,,,kenalan?

Hilvan bin said adalah anak kelas 5 SD. Berbeda dengan kebanyakan anak pada umumnya. Mereka akan marah ketika teman2 sekolahnya memanggil-manggil nama bapaknya, tapi tidak dengan Hilvan. Dia begitu bangga dengan sosok sang ayah, sehingga dengan bangga dia sematkan nama bapaknya di belakang namanya pada setiap buku-buku sekolahnya. Bahkan buku penghubung sekolahpun tertulis HILVAN BIN SAID. Tau gak? Saking bangganya, ketika diskusi di kelas dia seringkali pake dalil, “Kata Abahku Ustadzah.” Wah,,,kalo sudah begini “Nyerah Dah….”.

Serangkaian kegiatan sang bapak dia ikuti, dari mulai pengajian sampai aksi di jalan. Hilvan bin said begitu menikmati. Hingga suatu ketika dia ingin beramal layaknya sang ayah, “bagi2 Al Islam”. Hari itu libur tanggal merah dia bersepeda bersama adiknya untuk bagi2 Al Islam. Dengan izin dari orang tua, dibawalah beberapa eksemplar bulletin Al Islam berjudul “ Teror Amerika: Teror Hakiki Dan Ancaman Terbesar Dunia” yang hendah ia bagi2kan ke tetangga2nya.

Dengan semangat dia ketuk pintu dari satu rumah ke rumah berikutnya, hingga tibalah pada sebuah rumah yang tampak sepi. Perlahan dia ucapkan salam, “Assalamu’alaikum”. tapi tak ada jawaban, padahal di ruang tamu terlihat seseorang sedang duduk. Ia ucapkan salam lagi, “Assalamu’alaikum”. Namun tetap tak ada jawaban. Untuk ketiga kalinya, ia ucapkan salam. Akhirnya, pemilik rumah mendekati Hilvan bin said dan adiknya yang berdiri di pintu sambil menjawab salam “Wa’alaikumussalam”.

“Nyari siapa nak?” Tanya sang pemilik rumah. Dengan gugup Hilvan bin Said menjawab,”Mau ketemu yang punya rumah“. “ada apa nak?”, sambung sang pemilik rumah. “mau ngasihkan Al Islam ini”, jawab Hilvan. “O…maaf saya bukan orang Islam”.”terus bapak orang apa?”, tanyanya polos. “Saya orang katolik.”, Jawab sang bapak. “maaf, kalo gitu saya pulang dulu.”.”Nak…nak, kesini dulu. Saya punya tetangga orang islam, saya antar kesana.”, kata sang bapak menawarkan bantuan.

Subhanallah……semangat sekali Hilvan Bin Said. Kecil2 sudah berusaha berkontribusi untuk tegaknya islam. Bagaimana dengan kalian kawan???? Sudahkah kalian seberani Hilvan Bin Said? Ataukah nyali kalian jauh lebih rendah dari anak kelas 5 SD?

Kawan ketahuilah, Pada masa awal dakwah Islam, Rosulpun berkeliling mendatangi rumah-rumah sambil mengatakan, “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” Beliau mendakwahi masyarakat Makkah untuk masuk islam secara terang-teranggan, semata-mata untuk melaksanakan perintah Allah :

“Hai orang-orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan.” (TQS. Al Muddatsir (74) : 1-2).

Setiap berjumpa dengan masyarakat, beliau selalu menawarkan agamanya kepada mereka, dan berusaha untuk menghimpun mereka di sekeliling beliau untuk menjadi kelompok (kutlah) dengan asas agama Islam. Beliau juga mengumpulkan kaumnya dalam jamuan makan di rumahnya, kemudian beliau berbicara kepada mereka. Beliau meminta mereka untuk masuk Islam dan mendukungnya. Allahu Akbar!!!

Yuk Kawan, bersama kita evaluasi gerak dakwah kita. Berusaha kita motivasi diri kita. Jangan tunggu dapat amanah dakwah, tapi ciptakanlah amanah dakwah. Pandai-pandailah kalian melihat peluang yang ada. Fokuslah pada tujuan, jangan lihat penghalang.

Kawan, taukah kalian apa itu focus. Coba tataplah layer monitormu, tutup ia dengan telapak tangan kananmu. Bagi kamu yang ngaku focus, maka kamu akan senantiasa berusaha untuk menatap layer monitor, terus berusaha untuk tetap melihat apa yang dibalik tangan, hingga abai dengan keberadaan telapak tangan kananmu. Itulah yang namanya focus.

Semoga bermanfaat. Mari saling berbenah. Let’s Change the world. Kick capitalism, rise the caliphate for freedom to faith.

Mencetak anak menjadi da'i dan hafidz Quran

23.54 By Alfi Nisa

Menyiapkan Ahmad untuk kelak menjadi seorang penyeru Islam (da’i) dan penjaga Al Quran dengan (salah satunya) menghafalnya, adalah cita-cita kami yang sedang kami rintis sejak awal Ahmad kami asuh. Melazimkannya dengan Al Quran dan kehidupan dakwah adalah salah satunya yang sudah bisa kami lakukan sejak pertama kali kami membawa Ahmad. Lantunan ayat suci Al Qur’an sering menjadi suara pengantar perjalanan, tidur maupun bermainnya. Demikian pula terlibat dalam agenda-agenda dakwah yang kami jalani juga sudah dirasakan oleh Ahmad sejak awal dia bersama kami. Mengikuti kami dari satu forum kajian ke forum kajian yang lain, dari satu seminar ke seminar yang lain, dari satu masjid ke masjid yang lain, siaran radio, browsing bahan makalah ke warnet, menyaksikan kami menjadi murid atau guru dalam suatu majelis ilmu adalah hal yang biasa dialami Ahmad. Bahkan ketika dakwah mengharuskan dilakukannya muhasabah (koreksi) terhadap kebijakan penguasa yang salah, dengan cara aksi damai (mashirah) pun Ahmad sering ikut. Tak jarang dia ikut jalan bersama saya, atau kadang ikut abinya di mobil orasi. Harapan kami melibatkan dia sejak awal tentu adalah agar Ahmad terbiasa sejak awal dengan kehidupan dakwah yang kelak akan dia jalani juga sebagai seorang da’i (pejuang dan penyeru Islam).

Sayyid Hussein Tabataba’i; Sang Inspirator

Terkait dengan upaya kami untuk mempersiapkannya menjadi hafidz, ada sebuah kisah ’anak ajaib’ yang menginspirasi kami. Nama anak ajaib tersebut adalah Sayyid Hussein Tabataba’i. Seorang anak Iran yang berhasil meraih gelar Doktor Honoris Causa pada usia 7 tahun dari Hijaz College Islamic University Inggris karena menghafal Al Qur’an dan memahaminya. Sekarang anak tersebut sudah berusia 17 tahun. Namun metode yang dipakai oleh orang tua Sayyid Hussein ketika mengajarkan anak mereka menghafal dan memahami Al Qur’an masih dipraktekkan di beberapa sekolah hafalan Qur’an yang mereka dirikan (Jamiatul Qur’an) untuk mencetak sayyid Hussein, sayyid hussein yang lain.

Diantara alasan mengapa kisah tersebut sangat menginspirasi saya adalah: yang pertama, Sayyid Hussein tidak sekedar menghafalnya namun juga memahami setiap apa yang dihafalnya. Bahkan dia bisa menjawab beragam pertanyaan yang diajukan oleh masyarakat kepadanya dengan jawaban yang sangat memukau dari Al Qur’an yang dihafal dan dipahaminya tersebut. Yang kedua, bahasa Al Qur’an (bahasa Arab) bukanlah bahasa ibunya karena dia berbahasa Iran, itulah mengapa sang ayah pada waktu awal mengajar hafalan Sayyid Hussein menggunakan metode bahasa isyarat yang beliau temukan sendiri. Sementara yang ketiga, Sayyid Hussein adalah sebuah contoh pribadi anak di abad ini, sehingga kondisi yang melingkupinya tentu tidak terlalu jauh berbeda dengan yang kita hadapi saat ini.

Karena kami mencita-citakan Ahmad nantinya tidak sekedar hafal, namun juga memahami berikutnya mengamalkan apa yang dipahaminya dari Al Qur’an, sementara bahasa Arab juga bukanlah bahasa ibu bagi kami dan Ahmad, maka metode isyarat yang diperkenalkan ayah Hussein taba Taba’i tersebut sangatlah menginspirasi saya. Saya sendiri memiliki seorang keponakan perempuan yang saat ini sudah memasuki hafalan juz ke-3, ketika usianya baru sembilan tahun. Apa yang dilakukan ibunya kepada keponakan saya ini juga sedikit banyak menginspirasi saya dengan cara yang lain. Hanya, dibandingkan dengan Ahmad, kelihatannya, mengajar keponakan saya ini jauh lebih terasa mudah karena tipenya adalah ’anak manis’. Sehingga sekalipun inspirasi bisa dari mana saja, tetapi pada akhirnya kita sendirilah yang paling tahu metode apa yang terbaik untuk mengajar anak kita.

Umi Sang Arsitek, Abi Asisten Dan Guru Yang Luar Biasa

Dalam melakukan semua proses pendidikan dan pembelajaran apapun kepada Ahmad, asisten terpenting saya adalah abi Ahmad. Karena tidak kita pungkiri, guru terpenting bagi anak di sekolah pertamanya (rumah) adalah ibu dan ayahnya. Bukan ibu saja. Dan bukan pula ayah saja. Keduanya adalah tim yang harus kompak. Masing-masing juga harus tahu peran apa yang bisa dan harus dimainkan.

Terkait dengan mengajarkan Ahmad menghafal Al Qur’an, saya sangat terbantu dengan Abi Ahmad. Bukan sekedar karena suara dan bacaaannya yang memang bagus, atau karena memiliki hafalan Qur’an yang cukup untuk saat ini mengajari Ahmad, tapi lebih kepada kemauan dan komitmennya yang bagus pula untuk menjadikan Ahmad seorang hafidz. Beliau, sesuai dengan skenario atau jadwal hafalan yang saya buat cukup disiplin mengajak Ahmad menghafal ayat-ayat Al Quran. Saya tinggal mengkomunikasikan surat apa yang sekarang sedang saya programkan untuk Ahmad, lagu/irama bacaan seperti apa yang digunakan agar sama dengan yang saya gunakan (biasanya qiroati), dan momen-momen tepat kapan saja yang bisa dipakai untuk melakukan hafalan. Alhamdulillah, abi melakukannya dengan sangat luar biasa. Bahkan saat ini, beliau sudah merancang satu sistem menghafal indeks nama dan surat dalam Al Quran menggunakan metode cantolan untuk kelak diajarkan kepada Ahmad ketika sudah agak besar.

selengkapnya baca di..

http://keepfight.wordpress.com/2011/07/04/mendidik-anak-menjadi-hafidz-dan-da%E2%80%99i-oleh-faizatul-rosyidah-ummu-ahmad/